Tepat di hadapanku sekarang, sepotong buah mangga tergeletak rapi di atas beri
Beserta pisau, kemilau, masih baru, aku fikir
Mangga ini hijau pekat lagi harum, aku sangat yakin pasti dagingnya begitu manis
Mangga ini, aku sangat yakin pasti dagingnya manis
Aku sangat ingin pangkas bagian terdangkal dari mangga ini
Sangat ingin, sungguh aku sangat ingin
Menyantapnya sebagai sajian siang hari, apalagi begitu terik di luar sana
Sari mangga ini pastilah dapat melepas dahaga
Sudah! kumantapkan saja pangkas bagian tedangkal dari mangga ini
Lalu ku habiskan dengan sekejap, akan ku lahap habis hingga tak tersisa
Tunggu, sejenak aku terhenti langkah, ada sesuatu yang harus aku pertimbangkan
Pisau, pisau ini sangat indah
Pastilah ibu tidak membelinya dengan harga murah bukan?
Lihat saja, ujung pisau itu, sangat kemilau
Aku rasa cukup tajam, bila tak berhati-hati, aku pun tersayat habis
Sejenak aku iba membiarkan pisau indah ini ternodai sari-sari mangga manisku
Dan lihat, di depanku, pintu kamar terkunci rapat, aku terkurung semalaman
Di mana ada air untuk berbasuh? Di mana aku bisa dapatkan perca tak bernoda?
Belum lagi bilamana sari mangga ini membahana di persendian jari-jariku
Bukankah merepotkan juga, pasti tanganku penuh dengan noda-noda
Oh tidak, apa yang harus aku lakukan?
Sementara di luar sangat terik, aku pun dahaga dibuatnya
Oh, apa yang harus aku lakukan?
Tapi, tapi seandainya ada yang mampu membukakan pintu ini
Pastilah aku dapat bergegas, aku dapat berbasuh, aku dapatkan perca tak bernoda
Tapi, tapi siapa yang akan hadir?
Siapa yang akan hadir dan mempersilakan aku menyantap rakus mangga manisku?
Siapa yang akan hadir dan mempersilakan pisau indahku ternoda dengan sari mangga?
Siapa yang dengan senang hati akan membasuh pisau ini hingga kembali dalam wujud indah?
Bodoh sekali aku, mangga dan pisau sudah ada di hadapanku
Tapi masih saja berfikir panjang untuk sekedar menyantapnya
Sungguh pintu itu
Sungguh pintu itu terkunci rapat dari luar
Menjadikan aku segan
Menjadikan aku segan menikmati manisnya mangga di siang nan terik di luar
Mangga ini kembali mengingatkanku akan pilihan
Mangga ini menertawaiku, berpaling, serta bersahabat dan bersanding mesra dengan pisau indah
Mangga ini kembali mengingatkanku akan pilihan yang tertunda
Dan dia, dia yang tertunda untuk aku pilih, kini bersahabat dan bersanding mesra dengan pisau manisku
Ya, pisau yang segan untuk aku sentuh, pisau yang aku jaga keindahannya
Oh sungguh memilukan nasib pria muda
Bahkan memangkas dan menyantap mangga pun aku tak mampu
Sungguh, aku yakini, mangga ini ada di hadapanku
Bahkan memangkas dan menyantapnya pun aku tak mampu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar