Minggu, 11 September 2011

Aku, pisau, mangga, dan pintu kamar

Tepat di hadapanku sekarang, sepotong buah mangga tergeletak rapi di atas beri

Beserta pisau, kemilau, masih baru, aku fikir

Mangga ini hijau pekat lagi harum, aku sangat yakin pasti dagingnya begitu manis

Mangga ini, aku sangat yakin pasti dagingnya manis


Aku sangat ingin pangkas bagian terdangkal dari mangga ini

Sangat ingin, sungguh aku sangat ingin

Menyantapnya sebagai sajian siang hari, apalagi begitu terik di luar sana

Sari mangga ini pastilah dapat melepas dahaga

Sudah! kumantapkan saja pangkas bagian tedangkal dari mangga ini

Lalu ku habiskan dengan sekejap, akan ku lahap habis hingga tak tersisa


Tunggu, sejenak aku terhenti langkah, ada sesuatu yang harus aku pertimbangkan

Pisau, pisau ini sangat indah

Pastilah ibu tidak membelinya dengan harga murah bukan?

Lihat saja, ujung pisau itu, sangat kemilau

Aku rasa cukup tajam, bila tak berhati-hati, aku pun tersayat habis

Sejenak aku iba membiarkan pisau indah ini ternodai sari-sari mangga manisku

Dan lihat, di depanku, pintu kamar terkunci rapat, aku terkurung semalaman

Di mana ada air untuk berbasuh? Di mana aku bisa dapatkan perca tak bernoda?

Belum lagi bilamana sari mangga ini membahana di persendian jari-jariku

Bukankah merepotkan juga, pasti tanganku penuh dengan noda-noda

Oh tidak, apa yang harus aku lakukan?

Sementara di luar sangat terik, aku pun dahaga dibuatnya

Oh, apa yang harus aku lakukan?


Tapi, tapi seandainya ada yang mampu membukakan pintu ini

Pastilah aku dapat bergegas, aku dapat berbasuh, aku dapatkan perca tak bernoda

Tapi, tapi siapa yang akan hadir?

Siapa yang akan hadir dan mempersilakan aku menyantap rakus mangga manisku?

Siapa yang akan hadir dan mempersilakan pisau indahku ternoda dengan sari mangga?

Siapa yang dengan senang hati akan membasuh pisau ini hingga kembali dalam wujud indah?


Bodoh sekali aku, mangga dan pisau sudah ada di hadapanku

Tapi masih saja berfikir panjang untuk sekedar menyantapnya

Sungguh pintu itu

Sungguh pintu itu terkunci rapat dari luar

Menjadikan aku segan

Menjadikan aku segan menikmati manisnya mangga di siang nan terik di luar


Mangga ini kembali mengingatkanku akan pilihan

Mangga ini menertawaiku, berpaling, serta bersahabat dan bersanding mesra dengan pisau indah

Mangga ini kembali mengingatkanku akan pilihan yang tertunda

Dan dia, dia yang tertunda untuk aku pilih, kini bersahabat dan bersanding mesra dengan pisau manisku

Ya, pisau yang segan untuk aku sentuh, pisau yang aku jaga keindahannya


Oh sungguh memilukan nasib pria muda

Bahkan memangkas dan menyantap mangga pun aku tak mampu

Sungguh, aku yakini, mangga ini ada di hadapanku

Bahkan memangkas dan menyantapnya pun aku tak mampu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar