Rabu, 21 September 2011

VAGETOS obat pencerahan


Hari ini tgl 21 september 2011. Sungguh pengalaman klasik bersama raden vagetos. Singkat cerita ni yag, sudah berjalan 3minggu ini BAB alias proses penyelundupan molekul-molekul zat antiguna ane sempet bebel. Minggu pertama masih santai masbrur, minggu kedua mulai resah waktu nih perut jadi berat, tapi teteplah santai. Nah, minggu ketiga, sempet ilfeel waktu ane dengan bangga bercermin sambil telanjang perut, eh ni perut udah segede gentong. Ditambah lagi beberapa klien di kerjaan juga pada fantastis ngobrolin perut ane. Tempo hari ada yang Tanya, ‘mas gemukan yag?’ ‘ah, engga kok mbak, masih seksi begini juga’ ‘seksi yag perutnya nggembung gitu?’ @#%$^&*(#$^@%#$^

Dari situ ane mulai berekspedisi. Awalnya ane mikir, apa emang ane gemukan yag? Lantas ane Tanya-tanya ke si boss. Sempet dikasih resep obat diet, katanya efek si obat bikin lancar BAB. Sempet tertarik sih, nah tapi buat obat begonoan aja musti nyisihin duit jajan US $10,897627. Tanggal tua mbak boss, sayang-sayang kan, cuma buat boker aja ngabisin duit, mending juga buat nraktir doi ya kan. Lantas lanjut lah pencarian obat manjur muriah meriah meledak. Sampe akhirnya 3hari kemarin dapet info vagetos obat lancar boker. Gak ambil pusing, ane beli se-pak malem-malem. Ampe rumah langsung dah ane minum, ane makan banyak, minum aer segalon, ngabisin semangka 3 glindingan *mungkin gak sih? Lantas lanjut tidur dengan tenang berharap besok BAB meledak-ledak.

Paginya ane bangun kesiangan, mana kerjaan kantor numpuk lagi. Ah udah, mandi aja gak sarapan langsung capcus kantor cyin. Ampe kantor baru keinget satu hal, kapan ane terakhir setor yag? Ngliat perut tambah segede gaban lagi, arrrrgghhhh #$%##%^&*$%^ Udah, seharian stress aja bawaannya, klien dateng gak ane gubris, daripada nanya2 nih perut, ya gak.. *apa ginian yag rasanya mbak-mbak kalo lagi PMS? Ampe malem masbrur, gak nyerah juga si gaban..

Mulai gerah liat nih obat vagetos, tipu-tipu doang. Lantas ane minum 2bungkus sekali telen, biar tau rasa nih gentong gaban, makin hari kok makin berontak. Mana semaleman gak bisa tidur, sedih risau gundah gulana resah takut ditinggal doi gara-gara perut kaya om-om. Tepat jam 3 pagi seinget ane, mata mulai lier-lier, ntah jam berapa lanjut ngiler tapi bangun-bangun udah adzan subuh. Aktifitas seperti biasa, stresnya dikit-dikit mulai mereda. Sarapan, minum teh, beres-beres kamar, eh kok malah mati lampu pagi-pagi gini, mana tulisan ane belum kelar kan. Mulai metal gahar lagi nih mood, sungguh minggu yang memilukan gara-gara susah setor. Lantas, tepatnya jam 8 pagi, mulai dateng pencerahan. Gaban gentong mulai kluer-kluer. Sambil pasang senyum kemerdekaan, ane betah-betahin nih gaban diaduk-aduk malaikat, ampe akhirnya menyerah, ngacir dah ke jamban. Apa yang terjadi? Oh uh ah ser duh #$#%^^&$#^ haha, puas bener hari ini. Sungguh wahyu pencerahan dari yang kuasa menjadikan hari ini hari merdeka, haha. Tapi bentar-bentar, ada yang janggal. Kenapa seruangan bau mas vagetos yag? Hwkakakakakakakakakakaka, baru inget semalem nelen dua bungkus mas vagetos. Bagus juga nih, terobosan baru pewangi ruangan jamban ala vagetos. Sungguh mas vagetos menjadikan hari-hari ane makin sakinah mawadah wa rohmah. Silakan mencoba masbrur sista yang pada bermasalah ama yang namanya gaban gentong berontak. Capcuuus…

Minggu, 11 September 2011

Aku, pisau, mangga, dan pintu kamar

Tepat di hadapanku sekarang, sepotong buah mangga tergeletak rapi di atas beri

Beserta pisau, kemilau, masih baru, aku fikir

Mangga ini hijau pekat lagi harum, aku sangat yakin pasti dagingnya begitu manis

Mangga ini, aku sangat yakin pasti dagingnya manis


Aku sangat ingin pangkas bagian terdangkal dari mangga ini

Sangat ingin, sungguh aku sangat ingin

Menyantapnya sebagai sajian siang hari, apalagi begitu terik di luar sana

Sari mangga ini pastilah dapat melepas dahaga

Sudah! kumantapkan saja pangkas bagian tedangkal dari mangga ini

Lalu ku habiskan dengan sekejap, akan ku lahap habis hingga tak tersisa


Tunggu, sejenak aku terhenti langkah, ada sesuatu yang harus aku pertimbangkan

Pisau, pisau ini sangat indah

Pastilah ibu tidak membelinya dengan harga murah bukan?

Lihat saja, ujung pisau itu, sangat kemilau

Aku rasa cukup tajam, bila tak berhati-hati, aku pun tersayat habis

Sejenak aku iba membiarkan pisau indah ini ternodai sari-sari mangga manisku

Dan lihat, di depanku, pintu kamar terkunci rapat, aku terkurung semalaman

Di mana ada air untuk berbasuh? Di mana aku bisa dapatkan perca tak bernoda?

Belum lagi bilamana sari mangga ini membahana di persendian jari-jariku

Bukankah merepotkan juga, pasti tanganku penuh dengan noda-noda

Oh tidak, apa yang harus aku lakukan?

Sementara di luar sangat terik, aku pun dahaga dibuatnya

Oh, apa yang harus aku lakukan?


Tapi, tapi seandainya ada yang mampu membukakan pintu ini

Pastilah aku dapat bergegas, aku dapat berbasuh, aku dapatkan perca tak bernoda

Tapi, tapi siapa yang akan hadir?

Siapa yang akan hadir dan mempersilakan aku menyantap rakus mangga manisku?

Siapa yang akan hadir dan mempersilakan pisau indahku ternoda dengan sari mangga?

Siapa yang dengan senang hati akan membasuh pisau ini hingga kembali dalam wujud indah?


Bodoh sekali aku, mangga dan pisau sudah ada di hadapanku

Tapi masih saja berfikir panjang untuk sekedar menyantapnya

Sungguh pintu itu

Sungguh pintu itu terkunci rapat dari luar

Menjadikan aku segan

Menjadikan aku segan menikmati manisnya mangga di siang nan terik di luar


Mangga ini kembali mengingatkanku akan pilihan

Mangga ini menertawaiku, berpaling, serta bersahabat dan bersanding mesra dengan pisau indah

Mangga ini kembali mengingatkanku akan pilihan yang tertunda

Dan dia, dia yang tertunda untuk aku pilih, kini bersahabat dan bersanding mesra dengan pisau manisku

Ya, pisau yang segan untuk aku sentuh, pisau yang aku jaga keindahannya


Oh sungguh memilukan nasib pria muda

Bahkan memangkas dan menyantap mangga pun aku tak mampu

Sungguh, aku yakini, mangga ini ada di hadapanku

Bahkan memangkas dan menyantapnya pun aku tak mampu

Minggu, 21 Agustus 2011

Aisyah dan hujan romantis

Sudah bukan waktunya. Kemarin pun sia-sia. Tapi sepanjang perjalanan, tak pernah sedikit pun hilang tanpa isi. Tanpa nurani, tanpa angan-angan, oh sungguh tak terpisahkan.

Memang kemarin masamu tersenyum. Tapi aku masih gusar menunggu terbitnya terang. Memang kemarin masamu tersenyum. Tapi mendung pun tak kunjung hujan. Bila patah arang, sudahlah sepantasnya.

Sekarang, sekarang aku bertemu terang. Bahkan hujan membasahi. Namun ternyata hujan buatku menggigil sendiri. Sudah sepantasnya sendiri. Tidak mungkin bukan, aku menyingkap tirai-tirai cumbu manis kalian. Betapa bodohnya aku, aisyah dalam lamunan, berjalan pun aku tak mampu.

Aisyah kini, masihkah dia berceloteh di angan-angan radio gusar? Ah sungguh manis bila dikenang. Aisyah yang dulu sangat manis senyumnya. Mungkinkah senyum itu cinta dan ketulusan? Atau mungkin senyum itu penghargaan? Tak apalah, setidaknya aisyah masih tersenyum manis.

Meski pun kenanganmu tak terpisahkan aisyah, tapi mendung berkata demikian. Hujan nyatanya sangat dingin membasahi. Menjadikan aku semakin menggigil dan pucat pasi. Bila datanglah kehangatan sekarang, biarlah aku sedikit berteduh aisyah. Berteduh untuk bertahan, bertahan menanti hujan yang lebih manis. Hujan yang dingin tapi melenakan, hujan yang basah tapi mengasikkan.

Tapi aisyah, bilamana sebagian hujan-hujan pengharapan ini sudah tak layak, biarlah mendung berkepanjangan. Janganlah sekali pun datang lagi hujan yang membuatku menggigil dan pucat pasi. Sementara aku, aku akan mencoba bersahabat dengan musim semi aisyah.

Meski pun masih dalam kenangan, tapi biarlah aku bersahabat dengan musim semi. Siapa tau ada musim lebih manis dari musimku aisyah. Selama musim-musim itu melenakanmu, aku pun sangat bahagia. Dan aku, aku akan mencoba bersahabat dengan musim semi aisyah.

Hingga lelap timpal galau

Kini lagu gusar bercumbu manis di pelupuk ratapan

Penghujung hidupnya harmoni di mimpi-mimpi manisku

Setiap malam kunantikan tidur cepat

Hingga lelapku timpal galau

Meski malamku cukup hidup dalam lamunan senja

Tapi fajar tak iba melihat lelap manisku

Dia datang bersama embun-embun melekat menyayat

Meratapkan setiap sendi-sendi penghidupan

Bahkan hati hangat, dijadikannya beku dan sekarat

Fajar datang bersama kenangan klasik darimu

Kenangan yang memaksa peluh sesak mndesak

Sudah puas lihat aku terisak tangis

Biar merintih pun tidak akan datang hari manis

Kecuali lelapku yang kembali timpal galau

Kidung-kidung mati di tengah jalan

Sungguh berat ditinggal pergi

Lagi-lagi sunyi dan sepi

Apa makna kebersamaan, tak ada lagi keramaian

Apa rasa resah mendesah? Oh tidak, kasihan telah ditinggal pergi

Sendiri boleh sendiri, sunyi pun tak salah dikehendaki

Lihat, masa depan cukup manis

Seandainya kidung-kidung itu sampai ditelingamu

Pastilah kamu tau untuk apa boleh minta sendiri

Bukan, bukan pergi dari impian

Inilah masa depan sesungguhnya, pengorbanan, serta melawan rasa

Bukan niat aku pergi begitu saja

Di sini dengan jerami ku bangunkan istana megah

Hingga nanti kau lihat, jerami pun akan indah bila kita berdua

Tapi sayang, kidung-kidung tak sampai di telingamu

Belum megah istana jeramiku, kau lebih dulu dipinang

Senin, 11 April 2011

RESAH

Kopi panas, kedai temaram, sayu resah hilir berganti. Di sisi lain, bergemuruh risau bahas kisah mendesah. Kawanan pemuda jalang, meraung-raung, bersama sajak penguasa mendamba kuasa, mereka pandang saya tak kuasa. Ah siapa kalian, bagu hantam pun saya layani. Bukan, bukan mereka menyita pikiran. Gadis saya diujung malang. Saya faham saya salah, dia seorang gadis yang mendamba kasih, dari saya yang sudah gusar serta lelah menahan bosan. Bukankah cinta tak bisa dipaksakan? Tapi tidak, saya iba mengucap pisah. Apa jadinya dia saya pisah, saat dia diujung lara. Tapi apa? Apa saya bisa berpura-pura? Ah resah. Hanya lelap timpal galau, karena resah sudah berkarang..